Klik 👇👇👇

Saturday, 14 May 2016

Suku "AMUNGME" Papua

PEMBAHASAN
PENGENALAN SINGKAT SUKU AMUNGME
A.      Latar Belakang Suku Amungme
Amungme adalah suku bangsa yang bermukim dalam wilayah desa Kwamki, sebagai bagian wilayah administratif Mimika Timur, dan kelompok lainnya bermukim di lembang Arowandap dan Alama yang termasuk Kecamatan Akimuga. Kedua Kecamatan ini bagian dari wilayah Kabupaten Fakfak, Papua. Kawasan kediaman kelompok ini berada di lingkungan hutan yang heterogen terletak pada ketinggian 3.000 meter di atas permukaan laut.
Desa Kwamki itu dapat dicapai dengan kendaran darat atau melalui sungai, meskipun terakhir harus dengan jalan kaki yang keseluruhannya memakan waktu sekitar tujuh jam. Kecamatan Akimuga bisa dicapai lewat sungai dengan perahu dayung selama tiga hari dan dilanjutkan dengan jalan kaki selama dua hari. Daerah terpencil ini dapat pula dicapai dengan pesawat tipe Cessna atau helikopter. Daerah ini mulai dimasuki Missionaris Katolik pada tahun 1939. Di Kecamatan ini pula pada tahun 1971 dibangun kota Tembagapura yang super modern yang pada tahun 1991 berpenduduk 5.000 jiwa. Di sekitar Tembagapura ini daerah permukiman orang Amungme dengan kehidupan yang belum layak, misalnya banyak anak-anak kekurangan gizi, dengan busana yang minim seperti koteka.
Data tahun 1981 orang Amungme di desa Kwamki terdaftar sekitar 3.000 jiwa. Data penduduk Kecamatan Mimika Timur tahun 1990 menunjukkan jumlah 25.000 jiwa yang tersebar dalam delapan buah desa. Beberapa jumlah orang Amungme pada tahun yang lebih akhir di desa Kwamki atau di desa-desa lain dalam kecamatan tersebut tidak jelas.  Pada tahun 1991 jumlah penduduk Kecamatan Akimuga sekitar 15.000 jiwa dan mayoritas orang Amungme.
B.       Sejarah
Menurut legenda yang, konon orang Amungme berasal dari derah Pagema (lembah baleim) Wamena. Hal ini dapat ditelusuri dari kata kurima yang artinya tempat orang berkumpul dan hitigima yang artinya tempat pertama kali para nenek moyang orang-orang Amungme mendirikan honey dari alang-alang. Orang Amungme memiliki kepercayaan bahwa mereka adalah anak pertama dari anak sulung bangsa manusia, mereka hidup disebelah utara dan selatan pegunungan tengah yang selalu diselimuti salju yang dalam bahasa Amungme disebut nemangkawi (anak panah putih). Suku Amungme menggangap bahwa mereka adalah penakluk, pengusa serta pewaris alam amungsa dari tangan Nagawan Into (Tuhan).
C.      Kebiasaan
Suku Amungme memiliki tradisi pertanian berpindah, dan berburu. Mereka mendiami beberapa lembah luas di kabupaten Mimika dan Kabupaten Puncak Jaya antara gunung-gunung tinggi yaitu lembah Tsinga, lembah Hoeya, dan lembah Noema serta lembah-lembah kecil seperti lembah Bella, Alama, Aroanop, dan Wa. Sebagian lagi menetap di lembah Beoga (disebut suku Damal, sesuai panggilan suku Dani) serta dataran rendah di Agimuga dan kota Timika. Amungme terdiri dari dua kata "amung" yang artinya utama dan "mee" yang artinya manusia.
D.      Bahasa
Suku Amungme memiliki dua bahasa, yaitu Amung-kal yang dituturkan oleh penduduk yang hidup disebelah selatan dan Damal-kal untuk suku yang menetap di utara. Suku Amungme juga memiliki bahasa simbol yakni Aro-a-kal. Bahasa ini adalah bahasa simbol yang paling sulit dimengerti dan dikomunikasikan, serta Tebo-a-kal, bahasa simbol yang hanya diucapkan saat berada di wilayah yang dianggap keramat. Dengan orang di luar kelompoknya, mereka menggunakan bahasa Indonesia sebagai sarana komunikasi. Orang Amungme bertetangga dengan beberapa kelompok lain. Di bagian timur, mereka bertetangga dengan orang Moni dan orang Mee (Ekagi), di bagian barat bertetangga dengan orang Lani dan orang Ndugwa, sedangkan di bagian selatannya berdiam orang Nafaripi.
E.       Kesenian
Lagu purba Suku Amungme yang mungkin sudah tidak dipahami lagi oleh orang Amungme generasi sekarang. Misalnya la­gu purba yang syairnya Anga­ye-angaye, No emki un­taye. Noken,yaitu sejenis tas terbuat dari akar tumbuhan/rotan. Tifa adalah alat musik tradisional papua. Tidak banyak seni rupa yang dimiliki oleh suku ini, kebanyakan mereka hanya memiliki seni adat dan budaya itu sendiri, misalnya Salah satu keunikan suku Amungme adalah dengan adanya upacara tradisional yang dinamakan dengan Bakar Batu. Tradisi ini merupakan salah satu tradisi terpenting masyarakat suku amungme yang berfungsi sebagai tanda rasa syukur, menyambut kebahagiaan atas kelahiran, kematian, atau untuk mengumpulkan prajurit untuk berperang. Persiapan awal tradisi ini masing - masing kelompok menyerahkan hewan babi sebagai persembahan, sebagain ada yang menari, lalu ada yang menyiapkan batu dan kayu untuk dibakar. Proses ini awalnya dengan cara menumpuk batu sedemikian rupa lalu mulai dibakar sampai kayu habis terbakar dan batu menjadi panas. Setelah itu, babi yang telah di persiapkan tadi dipanah terkebih dahulu. Biasanya yang memanah adalah kepala suku dan dilakukan secara bergantian. pada Tradisi ini ada pemandangan yang cukup unik dalam ritual memanah babi. Ketika semua kepala suku sudah memanah babi dan langsung mati, pertanda acara akan sukses dan bila tidak babi yang di panah tadi tidak langsung mati, diyakini acara tidak akan sukses.
F.       Spiritualisme
Konsep mengenai tanah, manusia dan lingkungan alam mempunyai arti yang intergral dalam kehidupan sehari-hari. Tanah digambarkan sebagai figure seorang ibu yang memberi makan, memelihara, mendidik dan membesarkan dari bayi hingga lanjut usia dan akhirnya mati. Tanah dengan lingkungan hidup habitatnya dipandang sebagai tempat tinggal, berkebun, berburu dan pemakaman juga tempat kediaman roh halus dan arwah para leluhur sehingga ada beberapa lokasi tanah seperti gua, gunung, air terjun dan kuburan dianggap sebagai tempat keramat. Magaboarat Negel Jombei-Peibei (tanah leluhur yang sangat mereka hormati, sumber penghidupan mereka), demikian suku Amungme menyebut tanah leluhur tempat tinggal mereka. Beberapa model kepemimpinan suku Amungme yaitu menagawan, kalwang, dewan adat, wem-wang, dan wem-mum, untuk menjadi pemimpin tidak ditentukan oleh garis keturunan, seorang pemimpin dapat muncul secara alamiah oleh proses waktu dan situasi sosial serta lingkungan ekologis yang mempengaruhi perilaku kepemimpinan tradisonal pada tingkat budaya mereka sendiri.
Daerah pegunungan merupakan daerah ektrim, Saking kerasnya alam pegunungan telah membentuk karakter masyarakat Amungme menjadi keras, non kompromi, fair dan gentlemen serta selalu melakukan tindakan preventif dalam segala aktivitas sehingga suku Amungmme menggangap dirinya penakluk, pengusa serta pewaris alam amungsa dari tangan Nagawan Into (Tuhan). Suku Amungme sangat terikat dengan tanah leluhur mereka dan menganggap gunung sebagai sesuatu yang sakral. Gunung yang dijadikan sebagai pusat penambangan emas dan tembaga PT Freeport Indonesia merupakan gunung suci yang diagung-agungkan oleh masyarakat Amungme, dengan nama Nemang Kawi. Nemang artinya panah dan Kawi artina suci. Hal ini ditanamkan kepada setiap generasi, sehingga jikalau ada yang ingin mengambil gunung yang mereka anggap suci mereka siap untuk berperang.

Setiap hari dia bertemu dengan anak-anak suku Amungme dan Kamoro yang tidak sekolah dan berkeliaran di jalanan Timika. Kebanyakan bekerja sebagai pemulung. Lingkungan di Timika berpengaruh besar bagi mereka, anak-anak itu gampang tertular kebiasaan mabuk. Mendidik anak-anak yang masih dalam tingkat pendidikan dasar akan lebih mudah dan lebih penting daripada mendidik mereka yang sudah beranjak remaja. Ibarat pohon, “anak-anak itu masih bisa dibengkokkan dan dibentuk, kalau yang sudah remaja itu susah sekali.” Jadi, pada kesempatan inilah para orang tua mendindik anaknya dengan keras agar mereka dapat menjadi panakhluk, penguasa, pewaris suku amungme.

No comments:

Post a Comment