BAB
I
PENDAHULUAN
Didalam tugas
kelompok ini, kami menguraikan beberapa bagaimana tentang sejarah, baptisan,
perjamuan, tata ibadah, doktrin, dan siapa saja tokoh yang terlibat dalam
berdirinya sebuah Gereja Kristen Indonesia (GKI), latar belakangnya. Didalam
makalah ini banyak bagian-bagian tentang riwayat yang seperlunya di pakai baik
diluar gereja maupun di dalam gereja, dalam tugas kelompok kami ini mencoba
menjelaskan uraian-uraian dan maksud dari cara-cara beribadahnya di dalam Gereja Kristen Indonesia yang
khususnya di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Samanhudi no. 28 Jakarta 10710 tel.384.4353,
344 8779-81; Faks. 3803229 E-mail : gkisamanhudi.bag.umum@gmail.com yang di
kenal dilembaga-lembaga Sekolah Tinggi Theologi, Universitas yang ada di
Jakarta, Bandung, Surabaya dan masih ada yang ada di seluruh Indonesia ini. Gereja
Kristen Indonesia terdiri dari tiga gereja yang terpisah, yaitu GKI Jawa Timur
yang didirikan pada tanggal 22 Februari 1934, GKI Jawa Barat yang didirikan
tanggal 24 Maret 1940, dan GKI Jawa Tengah yang didirikan tanggal 8 Agustus
1945. Baru pada tanggal 27 Maret 1962, ketiga gereja itu berusaha meleburkan
dirinya menjadi satu wadah Sinode Am GKI, dimana yang ketiga ini, masing-masing
mempunyai usaha sendiri bagaimana untuk membangun gereja tersebut. Kami dari lelompok empat (IV), kami mengajak para pembaca
untuk terus membacakan makalah ini karena di dalamnya telah tercantum semua apa
saja yang perlu di dalam sebuah gereja tersebut diatas.
BAB
II
DOKTRIN
GEREJA KRISTEN INDONESIA (GKI)
Latar
Belakang Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Gereja Kristen
Indonesia atau disingkat. Dengan GKI
adalah kelompok gereja Kristen Protestan yang berdiri di Indonesia dengan
kantor pusat berkedudukan di Jakarta.
GKI merupakan salah satu gereja dengan Teologi Ekumenikal dengan
denominasi Calvinis.
Gereja ini juga merupakan anggota-anggota dari Persekutuan Gereja-gereja di
Indonesia (PGI), Dewan Gereja-gereja Asia (CCA),Persekutuan
Gereja-gereja Reformasi Se-dunia/World Communion of Reformed Churches (WCRC)
dan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC).
Sejarah
Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Gereja Kristen
Indonesia (GKI) dapat dikatakan sebagai sebuah “gereja baru” di Indonesia
sebagai buah penyatuan dari GKI Jawa Barat, GKI Jawa Tengah, dan GKI Jawa
Timur. Berdirinya GKI melewati perjalanan sejarah yang panjang, dimulai dengan
berdirinya ketiga gereja yang menyatu itu sebagai gereja yang berdiri
sendiri-sendiri. Pada tanggal 22 Februari 1934 berdirilah GKI Jawa Timur.
Pada tanggal 24 Maret 1940 GKI Jawa Barat, dan pada tanggal 8 Agustus
1945 GKI Jawa Tengah.
Awalnya, ketiga
gereja ini dikenal dengan nama Tiong
Hoa Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH) yaitu gereja berbahasa Hokian. Gereja
THKTKH di Jawa Tengah dan Jawa Timur didirikan oleh Zending dari Belanda (Nederlandsche Zendings Vereeniging) sedangkan
di Jawa Barat diawali oleh penemuan sebuah Alkitab berbahasa Melayu oleh Bapak Ang Boen Swie di tahun 1858. Nama
Gereja Kristen Indonesia sendiri mulai digunakan pada tahun 1950. Penetapan
nama ini menunjukkan kesadaran GKI untuk dapat menjalankan misi dan
panggilannya secara nasional, tidak lagi terikat pada suku tertentu saja. Sejak tanggal 27 Maret 1962 ketiga
gereja itu memulai upaya menggalang kebersamaan untuk mewujudkan penyatuan GKI,
dalam wadah Sinode Am GKI. Sesudah melewati perjalanan hampir tiga dekade
lamanya, pada tanggal 26 Agustus 1988 ketiga gereja tersebut diikrarkan menjadi
satu gereja.
Gereja Kristen Indonesia (GKI) dapat dikatakan sebagai sebuah ”Gereja Baru”
di Indonesia sebagai hasil penyatuan GKI Jawa Barat, GKI Jawa Tengah dan GKI
Jawa Timur. Berdirinya GKI melewati perjalanan sejarah yang panjang. Pada
mulanya, Gereja Kristen Indonesia terdiri dari tiga gereja yang terpisah,
yaitu GKI Jawa Timur yang didirikan tanggal 22 Februari 1934, GKI Jawa Barat yang didirikan tanggal 24 Maret 1940, dan GKI Jawa Tengah yang didirikan tanggal 8 Agustus1945. Baru pada tanggal 27 Maret 1962, ketiga gereja itu memulai upaya
menggalang kebersamaan untuk wewujudkan penyatuan GKI menjadi satu wadah Sinode Am GKI. Setelah melewati perjalanan hampir tiga dekade lamanya, maka usaha
tersebut dapat terwujud dengan ditandai oleh pengikraran satu GKI pada 26 Agustus 1988.
Sejarah GKI Jawa Tengah
Gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah (GKI Jateng) yang semula bernama Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH)
lahir dari usaha pekabaran injil yang dilakukan baik atas inisiatif
perseorangan maupun upaya badan zending. Dari nama awalnya, terlihat bahwa
anggotanya memang berasal dari orang-orang Tiong Hoa peranakan. Sekalipun demikian,
ada juga beberapa Jemaat Gereformeerd yang sejak semula
memiliki anggota dari berbagai suku, seperti Jemaat Kwitang Jakarta dan Jemaat Taman Cibunut Bandung.
Terdapat perbedaan
antara orang-orang Tiong Hoa peranakan (kiauw-seng)
dan orang-orang Tiong Hoa totok (sin-khe).
Kedua golongan ini bermigrasi dari Cina daratan secara sukarela dan banyak
didorong oleh kekacauan yang terjadi di tanah air mereka karena penindasan
rezim Manchuria. Pembedaan ini sebenarnya terjadi secara tipikal di Jawa; Tiong
Hoa peranakan dikenakan pada mereka yang yang sudah membaur dengan wanita
pribumi dan tidak bisa lagi berbahasa Cina, sehingga dalam pembicaraan sesehari
mereka memakai bahasa Melayu rendah atau bahasa Jawa ngoko (kasar); sedang
orang-orang Tiong Hoa yang totok masih fasih berbahasa Cina dan cenderung kawin
dengan sesama orang Tiong Hoa. Pada masa pemerintahan kolonial, orang-orang
Tiong Hoa peranakan ini diberi status "orang-orang asing" (vreemde oosterlingen), walaupun
mereka sudah lama hidup bersama dengan golongan pribumi. Karena tidak diperkenankan
membeli dan memiliki tanah, mereka justru mencari nafkah lewat perdagangan,
sehingga pada akhirnya mereka hadir secara ekonomis sebagai kelas menengah.
Golongan peranakan inilah yang akhirnya banyak menjadi anggota Tiong Hoa Kie
Tok Kauw Hwee Jawa Tengah.
Berikut ini kilasan
sejarah GKI Jateng yang terbagi dalam beberapa periode:
Periode I: Sebelum Tahun 1935
Mulanya upaya
penginjilan di Jawa Tengah dilakukan atas inisiatif perseorangan, seiring
dengan kebijakan pemerintah kolonial pasca Perang Diponegoro yang menghendaki
adanya stabilitas sosial-politik. Kebijakan ini baru diperlonggar pada awal
abad ke-20. Awal pekabaran injil di Jawa Tengah bagian Selatan dilakukan di
Banyumas, di rumah Ny. Oostrom-Philips, pada tahun 1850. Pada saat yang hampir
bersamaan, terdapat kegiatan pekabaran injil yang dilakukan oleh Ny.
Philips-Stevens di Purworejo. Cara yang ditempuh kedua orang ini sama, yaitu
mengadakan persekutuan doa bersama dengan para karyawannya. Kebanyakan dari
mereka adalah orang-orang pribumi, meskipun ada pula beberapa orang Tiong Hoa
peranakan juga yang ikut serta di dalamnya. Belakangan orang-orang pribumi
hasil didikan kedua wanita ini menjadi pengikut Kiai Sadrach.
Orang-orang Tiong Hoa akhirnya diasuh oleh penginjil Paulus Khouw Tek San,
yang dibaptis di Purbalingga oleh Pdt. Vermeer, seorang utusan Nederlandsche Gereformeerd Zendings
Vereniging (NGZV), yang diperbolehkan bekerja di Tegal dan
sekitarnya atas izin seorang residen, yaitu A.A.M.N. Keuchenius, yang menaruh
minat pada usaha-usaha pekabaran injil. Paulus Khouw Tek San ini sendiri
sebelum dibaptis oleh Pdt. Vermeer telah dididik dalam iman oleh Gan
Kwe, seorang penginjil dari Amoy yang bekerja sama dengan Mr.
Anthing melalui Perhimpunan
untuk Pekabaran Indjil diluar dan didalam Geredja di Jakarta.
Di daerah Jawa tengah bagian Utara, pekabaran injil mula-mula dikerjakan di
Salatiga oleh Ny. le-Jolle. Upaya ini kemudian dilanjutkan oleh Zending
Salatiga (semula berasal dari Jerman dengan nama De Ermelosche Zendingsgemeente)
yang terbentuk pada tahun 1886, yang bekerja terutama di kota Semarang.
Selain itu, sejak abad
ke-19, ini sudah berdiri juga sebuah Jemaat Gereformeerd di Kwitang Jakarta,
yang beranggotakan baik orang-orang Belanda, Tiong Hoa maupun pribumi, yang
pada awalnya muncul sebagai buah pekabaran injil zendeling Haan dari Christelijk Gereformeerde Kerken.
Setelah terjadi pergolakan dalam tubuh gereja di Belanda (1886) dan berdiri
gereja-gereja Gereformeerd, maka pekabaran injil di Jawa Tengah bagian Selatan
ini diserahterimakan dari NGZV kepada Gereja Gereformeerd. Hal ini sesuai dengan
salah satu asas yang ditetap oleh sinode Gereja Gereformeerd bahwa yang
melaksanakan pekabaran injil seharusnya adalah gereja dan bukan badan zending.
Hal yang menggembirakan
terjadi ketika pada tahun 1925 dibuka Theologische School di Yogyakarta, yang kemudian hari
menjadi STT Duta Wacana dan kini berkembang menjadi Fakultas Theologia Universitas Kristen Duta Wacana. Sekolah teologi ini berhasil mendidik pemuda-pemuda Tiong Hoa maupun
pribumi untuk menjadi pelayan Tuhan di kemudian hari.
Periode II: 1935-1945
Pada tahun 1935 Liem Siok Hie berhasil mendirikan gereja Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH)
di Semarang, yang berasal dari perkumpulan-perkumpulan doa yang dipimpinnya.
Beberapa THKTKH lain berdiri juga di Salatiga dan Blora, sehingga pada tahun
1936 ketiga Jemaat ini bergabung menjadi satu klasis, (Khu Hwee). Selain itu Jemaat-jemaat Tiong Hoa berbahasa Melayu
muncul juga di daerah Surakarta, Magelang dan Yogyakarta dan pada tahun yang
sama (1936) bergabung dalam klasis Yogya.
Perkembangan luar biasa
terjadi ketika penginjil John Sung datang ke Jawa Tengah pada
tahun 1939. Kebaktian Kebangunan Rohani yang diadakannya berhasil memikat
ribuan orang Tiong Hoa. Kemajuan pesat ini disadari oleh Gereja Gereformeerd di
Belanda, sehingga pada tahun 1940 mereka mengutus Pdt. A.F.J. Pieron untuk
bekerja di tengah-tengah orang Tiong Hoa di Jawa Tengah.
Pada masa pendudukan Jepang, banyak kesulitan muncul. Hubungan dengan
gereja di Belanda terputus, terutama menyangkut bantuan dana. Pada situasi
sulit ini justru mengajar Jemaat-jemaat di Jawa Tengah untuk mandiri. Selain
itu, semakin banyak pula pemuda-pemuda Kristen pada zaman ini yang kehilangan
kesempatan untuk sekolah dan tertarik untuk aktif dalam pelayanan di Gereja.
Jadi, pada zaman Jepang,
sekalipun banyak kesulitan terjadi, gereja berkembang dengan pesat. Bahkan pada
tanggal 8 Agustus 1945, terjadi persatuan gereja-gereja Tiong Hoa
berbahasa Melayu dengan terbentuknya Sinode THKTKH pada persidangan I di
Magelang. Sinode I ini merumuskan dasar-dasarnya sebagai berikut,
"... Sinode
mengalaskan pengakuan pertjaja atas Kitab Sutji, Perdjandjian Lama dan Baru
sebagai Firman Allah dan 12 pengakuan kepertjajaan seturut keterangan
Catechismus Heidelberg, sedang aturan geredja didasarkan atas bentuk
pemerintahan geredja presbyteriaal" (Acta Sinode I, artikel 9).
Periode III: 1945-1970
Pada masa ini usaha
pekabaran injil tidak lagi dikerjakan oleh tenaga-tenaga asing. Jemaat-jemaat
yang sudah dewasa banyak mendirikan pos-pos PI (Pekabaran Injil) di daerah yang
dekat dengannya, yang pada akhirnya didewasakan juga sebagai Jemaat.
Pada tahun 1947-1948 terjadi agresi milter Belanda. Salah satu eksesnya
adalah munculnya pergolakan sosial yang mengakibatkan orang-orang Tiong Hoa
mengalami tekanan dan pendertitaan. Jemaat Grabag dan Jemaat Blabak, misalnya,
dihancurkan oleh penduduk setempat dan hampir seluruh orang-orang Tiong Hoa di
sana hijrah di kota-kota sekitarnya (Magelang, Temanggung dan lainnya).
Di pihak lain, pada periode ini banyak diupayakan juga "penemuan
diri" Gereja dalam konteksnya di Indonesia. Hal ini tampak lewat beberapa
peristiwa penting, seperti penggantian nama Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee
menjadi Gereja-gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah (GKI Jateng) pada
persidangan Sinode VI di Purwokerto pada tahun 1956, serta masuknya Jemaat
Gereformeerd Kwitang Jakarta, Jemaat Gereformeerd Kalisari Semarang dan Jemaat
Taman Cibunut Bandung, yang sejak semula banyak beranggotakan orang-orang
pribumi, ke dalam Sinode. Selain itu terlihat pula adanya keterbukaan ekumenis
dengan masuknya GKI Jateng dalam DGI (sekarang: PGI), WCC (World Council of Churches),
EACC (East Asia Christian Conference, sekarang: CCA, Christian Conference of
Asia), WARC (World Aliance of Reformed
Church) dan REC (Reformed Ecumenical Council).
Arti Logo GKI
Logo GKI terdiri dari 4 (empat) komponen
utama yaitu perahu, salib, gelombang, serta Alfa Omega, berikut ini adalah
maknanya :
1.
Perahu melambangkan gereja Tuhan yang bergerak maju memenuhi tugas
panggilannya di dunia dan pengakuan GKI sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari gereja-gereja Tuhan untuk mewujudkan Gereja Yang Esa di Indonesia dan di
dunia.
2.
Salib melambangkan kasih dan pengorbanan Tuhan Yesus Kristus yang
menentukan jalan hidup GKI.
3.
Gelombang melambangkan dunia yang penuh tantangan dan peluang di mana GKI
diutus.
4.
Alfa dan Omega melambangkan Tuhan Allah yang kekal, yang berkuasa menetapkan dan
menyertai seluruh perjalanan GKI.
Pengakuan Iman GKI
GKI mengaku imannya
bahwa Yesus Kristus adalah :
1. Tuhan dan Juruselamat dunia, Sumber kebenaran
dan hidup
2. Kepala Gereja, yang mendirikan gereja dan
memanggil gereja untuk hidup dalam iman dan misinya.
GKI mengaku bahwa
Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah, yang menjadi
dasar dan norma satu-satunya bagi kehidupan gereja.
GKI, bersama dengan
gereja di segala abad dan tempat menerima Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel, dan Pengakuan Iman Athanasius. Sedangkan dengan ikatannya dalam tradisi Reformasi, GKI menerimaKatekismus Heidelberg. Terdapat 213 GKI di Indonesia yang sudah terdaftar
dalam website gki.or.id.
Kantor Sinode: Kompleks Ruko Gading Bukit Indah Blok Q-29,
Jl. Bukit Gading Raya,
Kelapa Gading, Jakarta 14240, INDONESIA
Tel/Fax:
62-21-4585 0904 / 4585 2899
Ketua Sinode GKI saat ini
yaitu: Pdt. Robert Setio, Ph.D.
Naskah buku Gereja Top
Ten Indonesia, sumber: website gki
Pengakuan
Iman Gereja Kristen Indonesia (GKI)
GKI
bersama dengan gereja di segala abad dan tempat menerima Pengakuan Iman Rasuli, Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel,
dan Pengakuan Iman
Athanasius. Sedangkan dengan
ikatannya dalam tradisi Reformasi,
GKI menerima Katekismus Heidelberg
Tata
Gereja dan Tata Laksana GKI
Tata Gereja dan
Tata Laksana GKI terdiri dari tiga bagian,yaitu : Mukadimah, Tata Dasar,
dan Tata Laksana. Mukadimah memuat dasar - dasar eklesiologi pada
Tata Dasar dan Tata Laksana GKI. Tata Dasar memuat definisi GKI dalam bentuk
peraturan dasar yang singkat, padat, dan tidak operasional. Tata Laksana memuat
peraturan yang bersifat operasional dan terperinci, yang berisi :
pengertian/ketentuan gerejawi, persyaratan gerejawi dan prosedur gerejawi.
Dalam tata laksana juga dilengkapi dengan peranti gerejawi GKI agar persyaratan
dan prosedur dalam tata laksana GKI dapat dipenuhi dan diwujudkan.
Lembaga
Kepemimpinan Gerejawi
Tata Gereja
& Tata Laksana GKI juga disusun berdasarkan sistem penataan gereja presbiterial-sinodal yang
terdiri dari empat lingkup kepemimpinan gerejawi :
1. Jemaat
2. Klasis
3. Sinode
Wilayah
4. Sinode




Tata
Liturgi Gereja Kristen Indonesia (GKI)
1. Pembacaan
Firman Tuhan untuk Kebaktian minggu dan Kebaktian Hari Raya Gerejawi diambil
dari The Revised Common Lectionary (RCL).
2. Sakramen
yang diakui dan dilaksanakan dalam Liturgi GKI adalah Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
3. Tata
Liturgi GKI yang berlaku saat ini mulai digunakan serentak oleh seluruh jemaat
GKI pada Ibadah Minggu.
4. Liturgi ini merupakan hasil dari Sidang Sinode
GKI ke-XIV.
Badan-Badan
Pendidikan Yang Berafiliasi Dengan GKI
Gereja ini
mempunyai afiliasi dengan sejumlah badan pendidikan di Indonesia,yaitu :
1. BPK PENABUR yang mengasuh
sekolah-sekolah di beberapa kota di Provinsi DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat,
dan Lampung
Sakramen
Gereja Kristen Indonesia (GKI)
v Baptisan Kudus, Mat.
28:18-20
Arti
Baptisan,; (Yunani), Baptizo, dimandikan, dibersihkan, atau diselamkan; Roma
6 : 1- 14, mati dan bangkit di dalam Kristus; Melambangkan bahwa manusia
mati terhadap dosa bersama dengan Kristus, dan dibangkitkan untuk suatu hidup
baru. Karena manusia dilahirkan kembali oleh air dan Roh Kudus, Yoh 3:5. Dan
hidup baru tersebut menunjukkan kita dibersihkan dari dosa.
Mengapa orang percaya harus
dibaptiskan? : perintah Tuhan Yesus, Mat. 28 : 19 “pergi dan jadikan
semua bangsa murid Tuhan, baptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, mengajar
Firman Allah untuk menjadi murid Tuhan ; untuk masuk dalam keluarga umat
kudus kepunyaan Allah, I Pet. 2 : 9 -10; menerima warisan janji Tuhan
Allah kepada Bapa Orang Beriman, Kisah Para Rasul 2:39. Melalui baptisan ini orang
yang telah percaya bersaksi kepada orang lain bahwa dirinya sudah percaya pada
Tuhan Yesus Kristus.
Cara
Baptisan :
Pertama :
Menyiramkan, baptisan ini dilakukan dengan menyiramkan air ke kepala yang
menerima baptisan dengan satu keyakinan, bahwa air itu bukanlah air biasa,
melainkan air yang berisikan Firman dan Titah Allah yang telah dikuduskan.
Bukan karena air itu si penerima baptisan mendapat Keselamatan dari keampunan
dosa, melainkan Firman Tuhan itu, maka baptisan itu menyelamatkan.
Kedua :
Memercikkan, baptisan ini dilakukan dengan memercikkan berulang kali ke atas
kepala yang menerima baptisan.
Pentakosta dan
Kharismatik adalah menyelamkan, biasanya orang yang dibaptis diselamkan di
dalam kolam air, di sugai dan sejenisnya secara langsung, ini mengikuti
baptisan tradisi Yahudi yang dilakukan Yohanes dan Petrus di sugai dan umumnya
dilakukan oleh Pentakosta dan Kharismatik.
Seorang dewasa -yang tadinya bukan
Kristen- yang dibaptisan (baptisan dewasa) berdasarkan pengakuan imanya serta
penyerahan diri secara pribadi kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan
Juruselamatnya, dan juga ia harus meninggalkan imannya yang lama agar
memperoleh iman yang baru, dalam arti menjadi serta masuk ke dalam persekutuan
dengan Tuhan Allah yang menyatakan DiriNya dalam Yesus Kristus
v Perjamuan Kudus, Matius.
26:26-29, I Korintus 11:23-32
kematian serta
kebang-kitan- yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang kedua kali, 1 Kor 11:28.
Makna
Roti dan Anggur di Perjamuan Kudus
Ø Roti
melambangkan Tubuh Kristus, meng-ingatan dan memperingati tubuh Yesus yang
disalibkan. Makan tubuh Kristus dalam arti -kita- dipersatukan dengan Dia,
dengan menerima apa yang dilakukan-Nya bagi manusia, Yoh 6:48-58. Makan roti
mengingatkan bahwa Yesus menjadi manusia supaya tubuh manusiawi itu disalibkan.
Ia menderita dan mati serta bangkit, untuk menciptakan Tubuh baru, yaitu
jemaatNya.
Ø Anggur
melambangkan darah Kristus yang ditumpahkan untuk menyucikan dosa-dosa manusia.
Darah ditumpahkan pada/dari tubuh Yesus yang terpaku di kayu salib untuk
pengam-punan atau penghapusan dosa seluruh manusia. Darah yang adalah hidup,
ditumpahkan agar memberi hidup kekal bagi manusia. Minum anggur -pada/dari
cawan- pada Perjamuan Kudus, mengingatkan -kita- bahwa Yesus sendiri telah
minum cawan murka Tuhan Allah yang seharusnya diterima manusia
Sikap pada
Perjamuan Kudus : Berusaha untuk hadir, karena Tuhan Yesus sendirilah yang
mengundang untuk datang pada meja perjamuan. Mempersiapkan diri untuk hadir.
Menyelidiki dan mengaku dosa, berdamai dengan sesama manusia, serta mohon
pengampunan dari Tuhan Allah. Kita datang ke hadapan Tuhan Allah sebagai orang
yang berdosa yang sudah ditebus oleh Kristus. Dengan makan dan minum pada meja
Perjamuan Kudus, ini berarti ada suatu penyerahan diri kepada Tuhan Allah.
Karena Yesus telah menyerahkan Diri-Nya sebagai ganti manusia, maka setiap
menghadiri Perjamuan Kudus menunjukkan bahwa seseorang mau menjadi persembahan
yang hidup dan berkenan kepada Tuhan Allah, Roma 12:1-2
BAB
III
LITURGI
KEBAKTIAN MINGGU
GEREJA
KRISTEN INDONESIA (GKI)
- PL : Pemimpin
Liturgi.
- J : Jemaat
A.
JEMAAT BERHIMPUN ------ (Jemaat duduk)
1. SAAT TEDUH--------(Setelah saat teduh,
dibunyikan bel 3x). Setelah itu barulah pendeta, penatua, dan para pemimpin
liturgi menuju pintu utama untuk melaksanakan prosesi ------ (Jemaat berdiri)
2. PROSESI
DENGAN NYANYIAN PROSESI ------Prosesi adalah perarakan atau iring-iringan masuknya
umat untuk menghadap Allah dalam kebaktian di awal kebaktian. Dalam kebaktian
Minggu, urutan prosesi adalah sebagai berikut: penatua/pendeta (mewakili
Majelis Jemaat) yang membawa Alkitab untuk diserahkan kepada pelayan Firman,
pelayan firman, para penatua/pendeta, para pemimpin liturgy lainnya, dan para
pelayan kebaktian.
Dalam kebaktian Peneguhan dan
Pemberkatan Pernikahan, prosesi dilakukan juga bersama dengan kedua mempelai
dan orang tua/wali mereka. Dengan mengacu kepada urutan prosesi dalam kebaktian
Minggu, kedua mempelai diikuti oleh orang-tua/wali mereka berjalan di belakang
pemimpin liturgy lainnya.
Catatan:
- Alkitab yang dibawa oleh penatua (yang mewakili Majelis Jemaat) adalah Alkitab Mimbar. Dalam membawa Alkitab, sebaiknya penatua mengangkat Alkitab tersebut setinggi dada sehingga dapat terlihat oleh jemaat.
- Alkitab yang dibawa oleh penatua (yang mewakili Majelis Jemaat) adalah Alkitab Mimbar. Dalam membawa Alkitab, sebaiknya penatua mengangkat Alkitab tersebut setinggi dada sehingga dapat terlihat oleh jemaat.
3. VOTUM
----- Votum adalah ungkapan “dalam nama Tuhan” ( Kol. 3:17) yang
diucapkan oleh pemimpin liturgi. Ketika votum diucapkan, jemaat mengambil sikap
tunduk.Votum dijawab umat dengan nyanyian “Amin”.
PL : “Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan
yang menjadikan langit dan bumi, yang kasih-setiaNya sampai selama-lamanya”.
J : (Menyanyikan) Amin, amin, amin
4. SALAM
----- Salam disampaikan oleh pemimpin
liturgi kepada umat, dan dibalas oleh umat kepada pemimpin liturgi. Dalam
menyampaikan salam, pemimpin liturgi boleh mengangkat satu tangan (khusus yang
berjabatan Pendeta).
PL : “Salam kasih karunia dan damai-sejahtera dari
Allah, Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai saudara sekalian”.
J : Dan menyertai saudara juga! ------ (Jemaat
duduk)
5. KATA
PEMBUKA ----- Kata pembuka adalah untuk
menyampaikan informasi tentang tema, tahun gerejawi, lalu membacakan secara
bergantian nas pengantar kebaktian yang sesuai dengan tema khotbah.
PL :
“…….. Marilah kita membaca nas pembimbing yang diambil dar………. “
(ayat-ayat dibaca secara bergantian dengan jemaat jikalau dimungkinkan)
5. NYANYIAN JEMAAT -------
nyanyian jemaat di tempat ini adalah nyanyian yang bersifat memuliakan, memuji
dan mengagungkan nama Tuhan. (Nyanyian yang sesuai dengan tema atau nas)
7. PENGAKUAN
DOSA
PL : (berdoa).
-----Pengakuan dosa di hadapan Allah yang mana umat mengakui segala
keterbatasan, kelemahan, kepapaan, dan ketidaksempurnaan manusia dan gerejaNya
dalam melakukan kehendak Allah.
8. NYANYIAN
JEMAAT ----- Nyanyian pengakuan dosa pada
prinsipnya merupakan pujian untuk menyatakan penyesalan dan permohonan untuk
hidup dalam pertobatan, serta juga agar Tuhan mengaruniakan rahmatNya.
(Jemaat berdiri)
9. BERITA
ANUGERAH ------Berita anugerah merupakan
pernyataan anugerah pengampunan dosa terhadap umat yang didasarkan pada karya
penebusan Kristus di atas kayu salib.
PL : (Membacakan ayat-ayat Alkitab, diakhiri
dengan pernyataan: “Demikianlah berita Anugerah dari Tuhan”)
J :
Syukur kepada Allah!
Catatan:
- Dalam kebaktian Minggu, salam damai dilakukan sesudah berita anugerah, sehingga tindakan bersalaman sebelum memasuki liturgi tidak perlu dilakukan lagi.
- Dalam kebaktian Minggu, salam damai dilakukan sesudah berita anugerah, sehingga tindakan bersalaman sebelum memasuki liturgi tidak perlu dilakukan lagi.
- Dalam kebaktian
Perjamuan Kudus, salam damai dilakukan sebelum pemecahan roti sebagai bentuk
konkret dari bagian Doa Bapa Kami yang menyatakan: “Ampunilah kami seperti kami
pun mengampuni orang yang bersalah kepada kami”.
10. NYANYIAN
JEMAAT------ Merupakan nyanyian kesanggupan
dari umat sebagai suatu sikap tekad iman untuk hidup benar sesuai dengan
kehendak Allah. (Nyanyian Gloria)
(Jemaat duduk)
B.
PELAYANAN FIRMAN
11. DOA
PELAYANAN FIRMAN
PL : (Mengucapkan doa untuk mohon pertolongan
Roh Kudus dalam pelayanan firman, dan diakhiri dengan: “Kami berdoa di dalam
nama Tuhan Yesus Kristus”)
J : Amin
Doa pelayanan
firman merupakan permohonan agar Allah mengaruniakan Roh KudusNya, sehingga
umat dapat menyambut dan memberlakukan firman Tuhan tersebut dalam kehidupan
mereka sehari-hari. Secara bersengaja liturgi GKI tidak lagi menggunakan
istilah “doa epiklesis”. Karena doa epiklesis adalah doa permohonan agar Roh
Kudus menerangi umat untuk mengerti makna sakramen Perjamuan Kudus.
12. PEMBACAAN
ALKITAB
a. Bacaan
Pertama (dari Perjanjian Lama)
PL : Bacaan diambil dari kitab ….. pasal….
ayat…. (kemudian membacakannya).
Diakhiri dengan pernyataaan: “Demikianlah sabda Tuhan!”
J : Syukur kepada Allah!
b. Antar
Bacaan/Mazmur Tanggapan
PL : Marilah
kita menanggapi firman Tuhan tersebut dengan membaca dari kitab Mazmur pasal …
ayat …. (kemudian membacakannya).
c. Bacaan
Kedua (dari surat-surat para rasul)
PL : Bacaan
diambil dari …. pasal …. ayat…. (kemudian membacakannya). Diakhiri dengan
pernyataan: “Demikianlah sabda Tuhan!”
J : Syukur kepada Allah!
d. Bacaan
Ketiga (Injil)
PL : Bacaan
diambil dari kitab Injil Tuhan Yesus Kristus menurut …. pasal …. ayat ….
Diakhiri dengan pernyataan: “Demikianlah Injil Yesus Kristus. Berbahagialah
mereka yang mendengarkan Firman Allah dan yang memelihara dalam kehidupannya.
Haleluyah! atau Maranatha! atau Hosiana!”
J : (menyanyikan) Haleluyah (3x) atau
Maranatha (3x) atau Hosiana (3x) – sesuai tahun gerejawi.
Pada bagian
pembacaan Alkitab yang terdiri dari 4 bacaan ini sebaiknya dilakukan secara
bergiliran dengan penatua dan anggota jemaat yang terpilih dan terlatih,
sehingga mereka dapat membawa jemaat untuk mengerti maksud dari firman Tuhan
yang dibacakan. Untuk bacaan III (pembacaan Injil) sebaiknya dibaca oleh
pelayan firman/pendeta yang berkhotbah.
13. K
H O T B A H
Khotbah
merupakan pemberitaan firman Tuhan yang didasarkan pada kesaksian Alkitab yang
adalah firman Allah. Untuk itu bahan khotbah leksionari ini harus didasarkan
dari penafsiran yang komprehensif (utuh) dari 3 pembacaan Alkitab, yaitu dari
Bacaan I, II dan III.
14. SAAT
HENING
(jemaat hening sejenak untuk
meresapi firman Tuhan yang telah didengarnya ……)
15. PADUAN
SUARA
Paduan Suara
pada prinsipnya merupakan nyanyian jemaat dan mengarahkan umat agar dapat
memuliakan Allah dalam bentuk nyanyian selama kebaktian berlangsung. Karena itu
fungsi Paduan Suara haruslah mendukung unsur-unsur liturgi. Apabila tema atau
isi lagu dari Paduan Suara tersebut mendukung pemberitaan firman sebaiknya
nyanyian tersebut dinyanyikan setelah khotbah dan saat hening. Tetapi apabila
tema dan isi lagu sesuai dengan pengakuan dosa, sebaiknya dinyanyikan setelah
doa dan nyanyian pengakuan dosa. Karena itu pemimpin paduan suara harus
mempelajari terlebih dahulu tema-tema khotbah, atau tujuan dari nyanyian yang
akan dinyanyikan oleh Paduan Suara/Vokal Grup.
(Jemaat berdiri)
16. PENGAKUAN
IMAN
PL : Marilah kita bersama dengan umat Allah di
masa lalu, masa kini, dan masa depan
mengingat Pengakuan iman pada baptisan kita menurut Pengakuan Iman Rasuli.
PL+J : Aku percaya
…….
(Jemaat
duduk)
17. DOA SYAFAAT
PL : (mengajak jemaat menaikan
doa-doa syafaat, dan diakhiri dengan doa yang
diajarkan
oleh Tuhan Yesus, yaitu “Doa Bapa Kami”)
C.
PELAYANAN PERSEMBAHAN
18. NAS
PERSEMBAHAN
PL : (mengajak
jemaat dengan nas anjuran persembahan)
19. NYANYIAN
JEMAAT
(sementara jemaat menyanyikan
nyanyian persembahan, para pelayan mengumpulkan persembahan)
(Jemaat berdiri)
20. DOA
PERSEMBAHAN
PL : (mengucapkan doa persembahan yang
diakhiri dengan pernyataan “Kami berdoa di dalam nama Tuhan Yesus
Kristus”).
J : Amin
Sikap jemaat
berdiri ketika kantong-kantong persembahan dibawa ke depan mimbar. Hal ini
menjadi tanda bahwa jemaatlah yang mengantarkan persembahannya kepada Tuhan.
Setelah itu umat diajak untuk menaikkan doa persembahan.
Catatan:
Khusus pada
waktu melaksanakan sakramen Perjamuan Kudus, selain kantong-kantong persembahan
di bawa ke depan mimbar, para penatua juga membawa alat-alat sakramen Perjamuan
Kudus untuk diserahkan kepada Pendeta selaku pemimpin liturgi kebaktian. Jadi
urutan prosesinya sebagai berikut: penatua yang membawa alat-alat sakramen
Perjamuan Kudus, kemudian barulah para petugas yang membawa kantong
persembahan.
21. PENGUTUSAN-----
pengutusan merupakan panggilan kepada umat untuk mengarahkan hati mereka kepada
Tuhan sebagai saksi-saksi Kristus.
PL : Arahkanlah
hatimu kepada Tuhan
J : Kami mengarahkan
hati kami kepada Tuhan
PL : Jadilah saksi
Kristus
J : Syukur kepada
Allah
PL : Terpujilah
Tuhan
J : Kini dan
selamanya
22. BERKAT
PL : (mengucapkan berkat dari Rom.
15:13, atau dari: Bil. 6:24-26)
J : (menyanyikan) Haleluyah (5x), Amin
(3x) atau Maranata (5x), Amin (3x) atau
Hosiana (5x), Amin (3x) – sesuai tahun gerejawi.
Berkat pada
akhir kebaktian diucapkan oleh pemimpin liturgi yang adalah pendeta dengan
mengangkat kedua tangannya. Pemimpin liturgi yang tidak/belum berjabatan
pendeta mengucapkan berkat dengan mengganti kata ganti orang kedua, yaitu
“kamu/engkau” dengan kata ganti orang pertama “kita”, tanpa disertai tindakan
mengangkat tangan.
23. SAAT
TEDUH
(Setelah saat teduh, bel dibunyikan
3x)
24. WARTA
LISAN
25. PROSESI
KELUAR
BAB
VI
KESIMPULAN
Pada mulanya,
Gereja Kristen Indonesia terdiri dari tiga gereja yang terpisah, yaitu GKI Jawa
Timur yang didirikan pada tanggal 22 Februari 1934, GKI Jawa Barat yang
didirikan tanggal 24 Maret 1940, dan GKI Jawa Tengah yang didirikan tanggal 8
Agustus 1945. Baru pada tanggal 27 Maret 1962, ketiga gereja itu berusaha
meleburkan dirinya menjadi satu wadah Sinode Am GKI. Usaha tersebut terwujud
dengan ditandai oleh pengikraran satu GKI pada 26 Agustus 1988. Tata Gereja dan
Tata Laksana GKI terdiri dari tiga bagian,yaitu : Mukadimah, Tata Dasar,
dan Tata Laksana. Tata Gereja & Tata Laksana GKI juga disusun berdasarkan
sistem penataan gereja presbiterial-sinodal yang terdiri dari empat lingkup
kepemimpinan gerejawi : Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, Sinode. Nyanyia
prosesi hal ini dilaksanakan dalam perarakan atau iring-iringan pelayan Firman,
para pemimpin liturgi lainnya, para penatua/pendeta, dan para pelayan kebaktian
(yang bukan pemimpin liturgy) ke ruang kebaktian. Sikap jemaat untuk berdiri
dan duduk selama kebaktian berlangsung dilakukan secara spontan tanpa ajakan dari Pemimpin
Liturgi. Tanggapan/respon jemaat sebagaimana dinyatakan dalam bentuk rumusan
liturgi dilakukan spontan. Mimbar utama memiliki fungsi untuk pemberitaan
firman Tuhan. Karena itu pemimpin liturgi yang bertugas dalam kebaktian seperti
membaca Bacaan I, Antar Bacaan, Bacaan II, Pengakuan Iman
Rasuli/Konstantinopel, Nas Persembahan, Doa Persembahan tidak menggunakan
mimbar utama, tetapi mereka menggunakan mimbar lain yang umumnya lebih kecil.
***
TRIMAKASIH TUHAN YESUS MEMBERKATI
***
No comments:
Post a Comment