Klik 👇👇👇

Monday, 30 May 2016


BAB I
PENDAHULUAN
Didalam tugas kelompok ini, kami menguraikan beberapa bagaimana tentang sejarah, baptisan, perjamuan, tata ibadah, doktrin, dan siapa saja tokoh yang terlibat dalam berdirinya sebuah Gereja Kristen Indonesia (GKI), latar belakangnya. Didalam makalah ini banyak bagian-bagian tentang riwayat yang seperlunya di pakai baik diluar gereja maupun di dalam gereja, dalam tugas kelompok kami ini mencoba menjelaskan uraian-uraian dan maksud dari cara-cara beribadahnya  di dalam Gereja Kristen Indonesia yang khususnya di Gereja Kristen Indonesia (GKI) Samanhudi no. 28 Jakarta 10710 tel.384.4353, 344 8779-81; Faks. 3803229 E-mail : gkisamanhudi.bag.umum@gmail.com yang di kenal dilembaga-lembaga Sekolah Tinggi Theologi, Universitas yang ada di Jakarta, Bandung, Surabaya dan masih ada yang ada di seluruh Indonesia ini. Gereja Kristen Indonesia terdiri dari tiga gereja yang terpisah, yaitu GKI Jawa Timur yang didirikan pada tanggal 22 Februari 1934, GKI Jawa Barat yang didirikan tanggal 24 Maret 1940, dan GKI Jawa Tengah yang didirikan tanggal 8 Agustus 1945. Baru pada tanggal 27 Maret 1962, ketiga gereja itu berusaha meleburkan dirinya menjadi satu wadah Sinode Am GKI, dimana yang ketiga ini, masing-masing mempunyai usaha sendiri bagaimana untuk membangun gereja tersebut. Kami  dari lelompok empat (IV), kami mengajak para pembaca untuk terus membacakan makalah ini karena di dalamnya telah tercantum semua apa saja yang perlu di dalam sebuah gereja tersebut diatas.

BAB II
DOKTRIN GEREJA KRISTEN INDONESIA (GKI)

Latar Belakang Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Gereja Kristen Indonesia atau disingkat. Dengan GKI  adalah kelompok gereja Kristen Protestan yang berdiri di Indonesia dengan kantor pusat berkedudukan di Jakarta. GKI merupakan salah satu gereja dengan Teologi Ekumenikal dengan denominasi Calvinis. Gereja ini juga merupakan anggota-anggota dari Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), Dewan Gereja-gereja Asia (CCA),Persekutuan Gereja-gereja Reformasi Se-dunia/World Communion of Reformed Churches (WCRC) dan Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC).

Sejarah Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Gereja Kristen Indonesia (GKI) dapat dikatakan sebagai sebuah “gereja baru” di Indonesia sebagai buah penyatuan dari GKI Jawa Barat, GKI Jawa Tengah, dan GKI Jawa Timur. Berdirinya GKI melewati perjalanan sejarah yang panjang, dimulai dengan berdirinya ketiga gereja yang menyatu itu sebagai gereja yang berdiri sendiri-sendiri. Pada tanggal 22 Februari 1934 berdirilah GKI Jawa Timur. Pada tanggal 24 Maret 1940 GKI Jawa Barat, dan pada tanggal 8 Agustus 1945 GKI Jawa Tengah.
Awalnya, ketiga gereja ini dikenal dengan nama Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH) yaitu gereja berbahasa Hokian. Gereja THKTKH di Jawa Tengah dan Jawa Timur didirikan oleh Zending dari Belanda (Nederlandsche Zendings Vereeniging) sedangkan di Jawa Barat diawali oleh penemuan sebuah Alkitab berbahasa Melayu oleh Bapak Ang Boen Swie di tahun 1858. Nama Gereja Kristen Indonesia sendiri mulai digunakan pada tahun 1950. Penetapan nama ini menunjukkan kesadaran GKI untuk dapat menjalankan misi dan panggilannya secara nasional, tidak lagi terikat pada suku tertentu saja. Sejak tanggal 27 Maret 1962 ketiga gereja itu memulai upaya menggalang kebersamaan untuk mewujudkan penyatuan GKI, dalam wadah Sinode Am GKI. Sesudah melewati perjalanan hampir tiga dekade lamanya, pada tanggal 26 Agustus 1988 ketiga gereja tersebut diikrarkan menjadi satu gereja.
Gereja Kristen Indonesia (GKI) dapat dikatakan sebagai sebuah ”Gereja Baru” di Indonesia sebagai hasil penyatuan GKI Jawa Barat, GKI Jawa Tengah dan GKI Jawa Timur. Berdirinya GKI melewati perjalanan sejarah yang panjang. Pada mulanya, Gereja Kristen Indonesia terdiri dari tiga gereja yang terpisah, yaitu GKI Jawa Timur yang didirikan tanggal 22 Februari 1934GKI Jawa Barat yang didirikan tanggal 24 Maret 1940, dan GKI Jawa Tengah yang didirikan tanggal 8 Agustus1945. Baru pada tanggal 27 Maret 1962, ketiga gereja itu memulai upaya menggalang kebersamaan untuk wewujudkan penyatuan GKI menjadi satu wadah Sinode Am GKI. Setelah melewati perjalanan hampir tiga dekade lamanya, maka usaha tersebut dapat terwujud dengan ditandai oleh pengikraran satu GKI pada 26 Agustus 1988.

Sejarah GKI Jawa Tengah
Gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah (GKI Jateng) yang semula bernama Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH) lahir dari usaha pekabaran injil yang dilakukan baik atas inisiatif perseorangan maupun upaya badan zending. Dari nama awalnya, terlihat bahwa anggotanya memang berasal dari orang-orang Tiong Hoa peranakan. Sekalipun demikian, ada juga beberapa Jemaat Gereformeerd yang sejak semula memiliki anggota dari berbagai suku, seperti Jemaat Kwitang Jakarta dan Jemaat Taman Cibunut Bandung.
Terdapat perbedaan antara orang-orang Tiong Hoa peranakan (kiauw-seng) dan orang-orang Tiong Hoa totok (sin-khe). Kedua golongan ini bermigrasi dari Cina daratan secara sukarela dan banyak didorong oleh kekacauan yang terjadi di tanah air mereka karena penindasan rezim Manchuria. Pembedaan ini sebenarnya terjadi secara tipikal di Jawa; Tiong Hoa peranakan dikenakan pada mereka yang yang sudah membaur dengan wanita pribumi dan tidak bisa lagi berbahasa Cina, sehingga dalam pembicaraan sesehari mereka memakai bahasa Melayu rendah atau bahasa Jawa ngoko (kasar); sedang orang-orang Tiong Hoa yang totok masih fasih berbahasa Cina dan cenderung kawin dengan sesama orang Tiong Hoa. Pada masa pemerintahan kolonial, orang-orang Tiong Hoa peranakan ini diberi status "orang-orang asing" (vreemde oosterlingen), walaupun mereka sudah lama hidup bersama dengan golongan pribumi. Karena tidak diperkenankan membeli dan memiliki tanah, mereka justru mencari nafkah lewat perdagangan, sehingga pada akhirnya mereka hadir secara ekonomis sebagai kelas menengah. Golongan peranakan inilah yang akhirnya banyak menjadi anggota Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee Jawa Tengah.
Berikut ini kilasan sejarah GKI Jateng yang terbagi dalam beberapa periode:
Periode I: Sebelum Tahun 1935
Mulanya upaya penginjilan di Jawa Tengah dilakukan atas inisiatif perseorangan, seiring dengan kebijakan pemerintah kolonial pasca Perang Diponegoro yang menghendaki adanya stabilitas sosial-politik. Kebijakan ini baru diperlonggar pada awal abad ke-20. Awal pekabaran injil di Jawa Tengah bagian Selatan dilakukan di Banyumas, di rumah Ny. Oostrom-Philips, pada tahun 1850. Pada saat yang hampir bersamaan, terdapat kegiatan pekabaran injil yang dilakukan oleh Ny. Philips-Stevens di Purworejo. Cara yang ditempuh kedua orang ini sama, yaitu mengadakan persekutuan doa bersama dengan para karyawannya. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang pribumi, meskipun ada pula beberapa orang Tiong Hoa peranakan juga yang ikut serta di dalamnya. Belakangan orang-orang pribumi hasil didikan kedua wanita ini menjadi pengikut Kiai Sadrach.
Orang-orang Tiong Hoa akhirnya diasuh oleh penginjil Paulus Khouw Tek San, yang dibaptis di Purbalingga oleh Pdt. Vermeer, seorang utusan Nederlandsche Gereformeerd Zendings Vereniging (NGZV), yang diperbolehkan bekerja di Tegal dan sekitarnya atas izin seorang residen, yaitu A.A.M.N. Keuchenius, yang menaruh minat pada usaha-usaha pekabaran injil. Paulus Khouw Tek San ini sendiri sebelum dibaptis oleh Pdt. Vermeer telah dididik dalam iman oleh Gan Kwe, seorang penginjil dari Amoy yang bekerja sama dengan Mr. Anthing melalui Perhimpunan untuk Pekabaran Indjil diluar dan didalam Geredja di Jakarta.
Di daerah Jawa tengah bagian Utara, pekabaran injil mula-mula dikerjakan di Salatiga oleh Ny. le-Jolle. Upaya ini kemudian dilanjutkan oleh Zending Salatiga (semula berasal dari Jerman dengan nama De Ermelosche Zendingsgemeente) yang terbentuk pada tahun 1886, yang bekerja terutama di kota Semarang.
Selain itu, sejak abad ke-19, ini sudah berdiri juga sebuah Jemaat Gereformeerd di Kwitang Jakarta, yang beranggotakan baik orang-orang Belanda, Tiong Hoa maupun pribumi, yang pada awalnya muncul sebagai buah pekabaran injil zendeling Haan dari Christelijk Gereformeerde Kerken.
Setelah terjadi pergolakan dalam tubuh gereja di Belanda (1886) dan berdiri gereja-gereja Gereformeerd, maka pekabaran injil di Jawa Tengah bagian Selatan ini diserahterimakan dari NGZV kepada Gereja Gereformeerd. Hal ini sesuai dengan salah satu asas yang ditetap oleh sinode Gereja Gereformeerd bahwa yang melaksanakan pekabaran injil seharusnya adalah gereja dan bukan badan zending.
Hal yang menggembirakan terjadi ketika pada tahun 1925 dibuka Theologische School di Yogyakarta, yang kemudian hari menjadi STT Duta Wacana dan kini berkembang menjadi Fakultas Theologia Universitas Kristen Duta Wacana. Sekolah teologi ini berhasil mendidik pemuda-pemuda Tiong Hoa maupun pribumi untuk menjadi pelayan Tuhan di kemudian hari.
Periode II: 1935-1945
Pada tahun 1935 Liem Siok Hie berhasil mendirikan gereja Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee (THKTKH) di Semarang, yang berasal dari perkumpulan-perkumpulan doa yang dipimpinnya. Beberapa THKTKH lain berdiri juga di Salatiga dan Blora, sehingga pada tahun 1936 ketiga Jemaat ini bergabung menjadi satu klasis, (Khu Hwee). Selain itu Jemaat-jemaat Tiong Hoa berbahasa Melayu muncul juga di daerah Surakarta, Magelang dan Yogyakarta dan pada tahun yang sama (1936) bergabung dalam klasis Yogya.
Perkembangan luar biasa terjadi ketika penginjil John Sung datang ke Jawa Tengah pada tahun 1939. Kebaktian Kebangunan Rohani yang diadakannya berhasil memikat ribuan orang Tiong Hoa. Kemajuan pesat ini disadari oleh Gereja Gereformeerd di Belanda, sehingga pada tahun 1940 mereka mengutus Pdt. A.F.J. Pieron untuk bekerja di tengah-tengah orang Tiong Hoa di Jawa Tengah.
Pada masa pendudukan Jepang, banyak kesulitan muncul. Hubungan dengan gereja di Belanda terputus, terutama menyangkut bantuan dana. Pada situasi sulit ini justru mengajar Jemaat-jemaat di Jawa Tengah untuk mandiri. Selain itu, semakin banyak pula pemuda-pemuda Kristen pada zaman ini yang kehilangan kesempatan untuk sekolah dan tertarik untuk aktif dalam pelayanan di Gereja.
Jadi, pada zaman Jepang, sekalipun banyak kesulitan terjadi, gereja berkembang dengan pesat. Bahkan pada tanggal 8 Agustus 1945, terjadi persatuan gereja-gereja Tiong Hoa berbahasa Melayu dengan terbentuknya Sinode THKTKH pada persidangan I di Magelang. Sinode I ini merumuskan dasar-dasarnya sebagai berikut,
"... Sinode mengalaskan pengakuan pertjaja atas Kitab Sutji, Perdjandjian Lama dan Baru sebagai Firman Allah dan 12 pengakuan kepertjajaan seturut keterangan Catechismus Heidelberg, sedang aturan geredja didasarkan atas bentuk pemerintahan geredja presbyteriaal" (Acta Sinode I, artikel 9).
Periode III: 1945-1970
Pada masa ini usaha pekabaran injil tidak lagi dikerjakan oleh tenaga-tenaga asing. Jemaat-jemaat yang sudah dewasa banyak mendirikan pos-pos PI (Pekabaran Injil) di daerah yang dekat dengannya, yang pada akhirnya didewasakan juga sebagai Jemaat.
Pada tahun 1947-1948 terjadi agresi milter Belanda. Salah satu eksesnya adalah munculnya pergolakan sosial yang mengakibatkan orang-orang Tiong Hoa mengalami tekanan dan pendertitaan. Jemaat Grabag dan Jemaat Blabak, misalnya, dihancurkan oleh penduduk setempat dan hampir seluruh orang-orang Tiong Hoa di sana hijrah di kota-kota sekitarnya (Magelang, Temanggung dan lainnya).
Di pihak lain, pada periode ini banyak diupayakan juga "penemuan diri" Gereja dalam konteksnya di Indonesia. Hal ini tampak lewat beberapa peristiwa penting, seperti penggantian nama Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee menjadi Gereja-gereja Kristen Indonesia Jawa Tengah (GKI Jateng) pada persidangan Sinode VI di Purwokerto pada tahun 1956, serta masuknya Jemaat Gereformeerd Kwitang JakartaJemaat Gereformeerd Kalisari Semarang dan Jemaat Taman Cibunut Bandung, yang sejak semula banyak beranggotakan orang-orang pribumi, ke dalam Sinode. Selain itu terlihat pula adanya keterbukaan ekumenis dengan masuknya GKI Jateng dalam DGI (sekarang: PGI), WCC (World Council of Churches), EACC (East Asia Christian Conference, sekarang: CCA, Christian Conference of Asia), WARC (World Aliance of Reformed Church) dan REC (Reformed Ecumenical Council). 

Arti Logo GKI
Logo GKI terdiri dari 4 (empat) komponen utama yaitu perahu, salib, gelombang, serta Alfa Omega, berikut ini adalah maknanya :
1.      Perahu melambangkan gereja Tuhan yang bergerak maju memenuhi tugas panggilannya di dunia dan pengakuan GKI sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari gereja-gereja Tuhan untuk mewujudkan Gereja Yang Esa di Indonesia dan di dunia.
2.      Salib melambangkan kasih dan pengorbanan Tuhan Yesus Kristus yang menentukan jalan hidup GKI.
3.      Gelombang melambangkan dunia yang penuh tantangan dan peluang di mana GKI diutus.
4.      Alfa dan Omega melambangkan Tuhan Allah yang kekal, yang berkuasa menetapkan dan menyertai seluruh perjalanan GKI.
Pengakuan Iman GKI
GKI mengaku imannya bahwa Yesus Kristus adalah :
1.    Tuhan dan Juruselamat dunia, Sumber kebenaran dan hidup
2.    Kepala Gereja, yang mendirikan gereja dan memanggil gereja untuk hidup dalam iman dan misinya.
GKI mengaku bahwa Alkitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru adalah Firman Allah, yang menjadi dasar dan norma satu-satunya bagi kehidupan gereja.
GKI, bersama dengan gereja di segala abad dan tempat menerima Pengakuan Iman RasuliPengakuan Iman Nicea-Konstantinopel, dan Pengakuan Iman Athanasius. Sedangkan dengan ikatannya dalam tradisi Reformasi, GKI menerimaKatekismus Heidelberg. Terdapat 213 GKI di Indonesia yang sudah terdaftar dalam website gki.or.id.
Kantor Sinode: Kompleks Ruko Gading Bukit Indah Blok Q-29,
Jl. Bukit Gading Raya, Kelapa Gading, Jakarta 14240, INDONESIA
Tel/Fax:  62-21-4585 0904 / 4585 2899
Ketua Sinode GKI saat ini yaitu: Pdt. Robert Setio, Ph.D.
Naskah buku Gereja Top Ten Indonesia, sumber: website gki

Pengakuan Iman Gereja Kristen Indonesia (GKI)
            GKI bersama dengan gereja di segala abad dan tempat menerima Pengakuan Iman RasuliPengakuan Iman Nicea-Konstantinopel, dan Pengakuan Iman Athanasius. Sedangkan dengan ikatannya dalam tradisi Reformasi, GKI menerima Katekismus Heidelberg


Tata Gereja dan Tata Laksana GKI
Tata Gereja dan Tata Laksana GKI terdiri dari tiga bagian,yaitu : Mukadimah, Tata Dasar, dan Tata Laksana. Mukadimah memuat dasar - dasar eklesiologi pada Tata Dasar dan Tata Laksana GKI. Tata Dasar memuat definisi GKI dalam bentuk peraturan dasar yang singkat, padat, dan tidak operasional. Tata Laksana memuat peraturan yang bersifat operasional dan terperinci, yang berisi : pengertian/ketentuan gerejawi, persyaratan gerejawi dan prosedur gerejawi. Dalam tata laksana juga dilengkapi dengan peranti gerejawi GKI agar persyaratan dan prosedur dalam tata laksana GKI dapat dipenuhi dan diwujudkan.

Lembaga Kepemimpinan Gerejawi
Tata Gereja & Tata Laksana GKI juga disusun berdasarkan sistem penataan gereja presbiterial-sinodal yang terdiri dari empat lingkup kepemimpinan gerejawi :
1.      Jemaat
2.      Klasis
3.      Sinode Wilayah
4.      Sinode
*      Jemaat adalah lingkup yang paling dasar di organisasi Gereja Kristen Indonesia (GKI) dan dipimpin oleh Majelis Jemaat yang anggotanya terdiri dari semua pejabat-pejabat gerejawi meliputi Penatua dan Pendeta.
*      Klasis adalah lingkup yang lebih luas dari Jemaat dan terdiri dari Jemaat-jemaat yang berada di Klasis bersangkutan serta dipimpin oleh Majelis Klasis.
*      Sinode Wilayah adalah lingkup yang lebih luas dari Klasis dan terdiri dari Klasis-klasis yang berada di Sinode Wilayah bersangkutan serta dipimpin oleh Majelis Sinode Wilayah.
*      Sinode adalah lingkup yang paling luas dan terdiri dari Sinode Wilayah-sinode wilayah yang berada di Sinode serta dipimpin oleh Majelis Sinode.

Tata Liturgi Gereja Kristen Indonesia (GKI)
Liturgi GKI mengacu pada liturgi yang ditetapkan oleh Dewan Gereja-gereja se-Dunia (WCC).
1.      Pembacaan Firman Tuhan untuk Kebaktian minggu dan Kebaktian Hari Raya Gerejawi diambil dari The Revised Common Lectionary (RCL).
2.      Sakramen yang diakui dan dilaksanakan dalam Liturgi GKI adalah Baptisan Kudus dan Perjamuan Kudus.
3.      Tata Liturgi GKI yang berlaku saat ini mulai digunakan serentak oleh seluruh jemaat GKI pada Ibadah Minggu.
4.       Liturgi ini merupakan hasil dari Sidang Sinode GKI ke-XIV.

Badan-Badan Pendidikan Yang Berafiliasi Dengan GKI
Gereja ini mempunyai afiliasi dengan sejumlah badan pendidikan di Indonesia,yaitu :
1.      BPK PENABUR yang mengasuh sekolah-sekolah di beberapa kota di Provinsi DKI JakartaBantenJawa Barat, dan Lampung
2.      PPPK Petra yang mengasuh sekolah-sekolah di Jawa Timur
4.      Universitas Kristen Krida Wacana (UKRIDA) di Jakarta
7.      Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) di Salatiga
9.      YPPN Budya Wacana yang mengasuh sekolah-sekolah di Yogyakarta

Sakramen Gereja Kristen Indonesia (GKI)
v  Baptisan Kudus, Mat. 28:18-20
            Arti Baptisan,; (Yunani), Baptizo, dimandikan, dibersihkan, atau diselamkan; Roma 6 : 1- 14, mati dan bangkit di dalam Kristus; Melambangkan bahwa manusia mati terhadap dosa bersama dengan Kristus, dan dibangkitkan untuk suatu hidup baru. Karena manusia dilahirkan kembali oleh air dan Roh Kudus, Yoh 3:5. Dan hidup baru tersebut menunjukkan kita dibersihkan dari dosa.
Mengapa orang percaya harus dibaptiskan? : perintah Tuhan Yesus, Mat. 28 : 19 “pergi dan jadikan semua bangsa murid Tuhan, baptis dalam nama Bapa, Anak, dan Roh Kudus, mengajar Firman Allah untuk menjadi murid Tuhan ; untuk masuk dalam keluarga umat kudus kepunyaan Allah, I Pet. 2 : 9 -10; menerima warisan janji Tuhan Allah kepada Bapa Orang Beriman, Kisah Para Rasul 2:39. Melalui baptisan ini orang yang telah percaya bersaksi kepada orang lain bahwa dirinya sudah percaya pada Tuhan Yesus Kristus.
Cara Baptisan :
Pertama : Menyiramkan, baptisan ini dilakukan dengan menyiramkan air ke kepala yang menerima baptisan dengan satu keyakinan, bahwa air itu bukanlah air biasa, melainkan air yang berisikan Firman dan Titah Allah yang telah dikuduskan. Bukan karena air itu si penerima baptisan mendapat Keselamatan dari keampunan dosa, melainkan Firman Tuhan itu, maka baptisan itu menyelamatkan.
Kedua : Memercikkan, baptisan ini dilakukan dengan memercikkan berulang kali ke atas kepala yang menerima baptisan.
Pentakosta dan Kharismatik adalah menyelamkan, biasanya orang yang dibaptis diselamkan di dalam kolam air, di sugai dan sejenisnya secara langsung, ini mengikuti baptisan tradisi Yahudi yang dilakukan Yohanes dan Petrus di sugai dan umumnya dilakukan oleh Pentakosta dan Kharismatik.
Seorang dewasa -yang tadinya bukan Kristen- yang dibaptisan (baptisan dewasa) berdasarkan pengakuan imanya serta penyerahan diri secara pribadi kepada Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya, dan juga ia harus meninggalkan imannya yang lama agar memperoleh iman yang baru, dalam arti menjadi serta masuk ke dalam persekutuan dengan Tuhan Allah yang menyatakan DiriNya dalam Yesus Kristus
v  Perjamuan Kudus, Matius. 26:26-29, I Korintus 11:23-32
kematian serta kebang-kitan- yang Tuhan Yesus alami, sampai Ia datang kedua kali, 1 Kor 11:28.
Makna Roti dan Anggur di Perjamuan Kudus
Ø  Roti melambangkan Tubuh Kristus, meng-ingatan dan memperingati tubuh Yesus yang disalibkan. Makan tubuh Kristus dalam arti -kita- dipersatukan dengan Dia, dengan menerima apa yang dilakukan-Nya bagi manusia, Yoh 6:48-58. Makan roti mengingatkan bahwa Yesus menjadi manusia supaya tubuh manusiawi itu disalibkan. Ia menderita dan mati serta bangkit, untuk menciptakan Tubuh baru, yaitu jemaatNya.
Ø  Anggur melambangkan darah Kristus yang ditumpahkan untuk menyucikan dosa-dosa manusia. Darah ditumpahkan pada/dari tubuh Yesus yang terpaku di kayu salib untuk pengam-punan atau penghapusan dosa seluruh manusia. Darah yang adalah hidup, ditumpahkan agar memberi hidup kekal bagi manusia. Minum anggur -pada/dari cawan- pada Perjamuan Kudus, mengingatkan -kita- bahwa Yesus sendiri telah minum cawan murka Tuhan Allah yang seharusnya diterima manusia
Sikap pada Perjamuan Kudus : Berusaha untuk hadir, karena Tuhan Yesus sendirilah yang mengundang untuk datang pada meja perjamuan. Mempersiapkan diri untuk hadir. Menyelidiki dan mengaku dosa, berdamai dengan sesama manusia, serta mohon pengampunan dari Tuhan Allah. Kita datang ke hadapan Tuhan Allah sebagai orang yang berdosa yang sudah ditebus oleh Kristus. Dengan makan dan minum pada meja Perjamuan Kudus, ini berarti ada suatu penyerahan diri kepada Tuhan Allah. Karena Yesus telah menyerahkan Diri-Nya sebagai ganti manusia, maka setiap menghadiri Perjamuan Kudus menunjukkan bahwa seseorang mau menjadi persembahan yang hidup dan berkenan kepada Tuhan Allah, Roma 12:1-2

BAB III
LITURGI KEBAKTIAN MINGGU
GEREJA KRISTEN INDONESIA (GKI)


- PL    : Pemimpin Liturgi.
 -  J     : Jemaat
A.  JEMAAT BERHIMPUN ------ (Jemaat duduk)
 1.   SAAT TEDUH--------(Setelah saat teduh, dibunyikan bel 3x). Setelah itu barulah pendeta, penatua, dan para pemimpin liturgi menuju pintu utama untuk melaksanakan prosesi ------ (Jemaat berdiri)
2.   PROSESI DENGAN NYANYIAN PROSESI ------Prosesi adalah perarakan atau iring-iringan masuknya umat untuk menghadap Allah dalam kebaktian di awal kebaktian. Dalam kebaktian Minggu, urutan prosesi adalah sebagai berikut: penatua/pendeta (mewakili Majelis Jemaat) yang membawa Alkitab untuk diserahkan kepada pelayan Firman, pelayan firman, para penatua/pendeta, para pemimpin liturgy lainnya, dan para pelayan kebaktian.
Dalam kebaktian Peneguhan dan Pemberkatan Pernikahan, prosesi dilakukan juga bersama dengan kedua mempelai dan orang tua/wali mereka. Dengan mengacu kepada urutan prosesi dalam kebaktian Minggu, kedua mempelai diikuti oleh orang-tua/wali mereka berjalan di belakang pemimpin liturgy lainnya.
Catatan:
-   Alkitab yang dibawa oleh penatua (yang mewakili Majelis Jemaat) adalah Alkitab Mimbar. Dalam membawa Alkitab, sebaiknya penatua mengangkat Alkitab tersebut setinggi dada sehingga dapat terlihat oleh jemaat.
3.   VOTUM ----- Votum adalah ungkapan  “dalam nama Tuhan” ( Kol. 3:17) yang diucapkan oleh pemimpin liturgi. Ketika votum diucapkan, jemaat mengambil sikap tunduk.Votum dijawab umat dengan nyanyian “Amin”.
PL   :   “Pertolongan kita adalah dalam nama Tuhan yang menjadikan langit dan bumi, yang kasih-setiaNya sampai selama-lamanya”.
J      :    (Menyanyikan) Amin, amin, amin
4.   SALAM ----- Salam disampaikan oleh pemimpin liturgi kepada umat, dan dibalas  oleh umat kepada pemimpin liturgi. Dalam menyampaikan salam, pemimpin liturgi boleh mengangkat satu tangan (khusus yang berjabatan Pendeta).
PL   :  “Salam kasih karunia dan damai-sejahtera dari Allah, Bapa kita dan dari Tuhan Yesus Kristus menyertai saudara sekalian”.
J      :    Dan menyertai saudara juga! ------ (Jemaat duduk)
5.   KATA PEMBUKA ----- Kata pembuka adalah untuk menyampaikan informasi tentang tema, tahun gerejawi, lalu membacakan secara bergantian nas pengantar kebaktian yang sesuai dengan tema khotbah.
PL   : “…….. Marilah kita membaca nas pembimbing yang diambil dar………. “  (ayat-ayat dibaca secara bergantian dengan jemaat jikalau dimungkinkan)
5.      NYANYIAN JEMAAT ------- nyanyian jemaat di tempat ini adalah nyanyian yang bersifat memuliakan, memuji dan mengagungkan nama Tuhan. (Nyanyian yang sesuai dengan tema atau nas)
7.   PENGAKUAN DOSA
PL   : (berdoa). -----Pengakuan dosa di hadapan Allah yang mana umat mengakui  segala keterbatasan, kelemahan, kepapaan, dan ketidaksempurnaan manusia dan gerejaNya dalam melakukan kehendak Allah.
8.   NYANYIAN JEMAAT ----- Nyanyian pengakuan dosa pada prinsipnya merupakan pujian untuk menyatakan penyesalan dan permohonan untuk hidup dalam pertobatan, serta juga agar Tuhan mengaruniakan rahmatNya.
(Jemaat berdiri)
9.   BERITA ANUGERAH ------Berita anugerah merupakan pernyataan anugerah pengampunan dosa terhadap umat yang didasarkan pada karya penebusan Kristus di atas kayu salib.
PL   :   (Membacakan ayat-ayat Alkitab, diakhiri dengan pernyataan: “Demikianlah berita Anugerah dari Tuhan”)
J      :   Syukur kepada Allah!
Catatan:
-   Dalam kebaktian Minggu, salam damai dilakukan sesudah berita anugerah,  sehingga tindakan bersalaman sebelum memasuki liturgi tidak perlu dilakukan lagi.
-   Dalam kebaktian Perjamuan Kudus, salam damai dilakukan sebelum pemecahan roti sebagai bentuk konkret dari bagian Doa Bapa Kami yang menyatakan: “Ampunilah kami seperti kami pun mengampuni orang yang bersalah kepada kami”.
10.   NYANYIAN JEMAAT------ Merupakan nyanyian kesanggupan dari umat sebagai suatu sikap tekad iman untuk hidup benar sesuai dengan kehendak Allah. (Nyanyian Gloria)
 (Jemaat duduk)

B.  PELAYANAN FIRMAN
11.   DOA PELAYANAN FIRMAN
PL     : (Mengucapkan doa untuk mohon pertolongan Roh Kudus dalam pelayanan firman, dan diakhiri dengan: “Kami berdoa di dalam nama Tuhan Yesus Kristus”)
J         : Amin
Doa pelayanan firman merupakan permohonan agar Allah mengaruniakan Roh KudusNya, sehingga umat dapat menyambut dan memberlakukan firman Tuhan tersebut dalam kehidupan mereka sehari-hari. Secara bersengaja liturgi GKI tidak lagi menggunakan istilah “doa epiklesis”. Karena doa epiklesis adalah doa permohonan agar Roh Kudus menerangi umat untuk mengerti makna sakramen Perjamuan Kudus.
12.   PEMBACAAN ALKITAB
a.   Bacaan Pertama (dari Perjanjian Lama)
PL     : Bacaan diambil dari kitab ….. pasal…. ayat…. (kemudian membacakannya).   Diakhiri dengan pernyataaan: “Demikianlah sabda Tuhan!”
J        :  Syukur kepada Allah!
b.   Antar Bacaan/Mazmur Tanggapan
PL   :   Marilah kita menanggapi firman Tuhan tersebut dengan membaca dari kitab Mazmur pasal … ayat …. (kemudian membacakannya).
c.   Bacaan Kedua (dari surat-surat para rasul)
PL   :   Bacaan diambil dari …. pasal …. ayat…. (kemudian membacakannya). Diakhiri dengan pernyataan: “Demikianlah sabda Tuhan!”
J       :   Syukur kepada Allah!
d.   Bacaan Ketiga (Injil)
PL    : Bacaan diambil dari kitab Injil Tuhan Yesus Kristus menurut …. pasal …. ayat …. Diakhiri dengan pernyataan: “Demikianlah Injil Yesus Kristus. Berbahagialah mereka yang mendengarkan Firman Allah dan yang memelihara dalam kehidupannya. Haleluyah! atau Maranatha! atau Hosiana!”
J       : (menyanyikan) Haleluyah (3x) atau Maranatha (3x) atau Hosiana (3x) – sesuai tahun gerejawi.
Pada bagian pembacaan Alkitab yang terdiri dari 4 bacaan ini sebaiknya dilakukan secara bergiliran dengan penatua dan anggota jemaat yang terpilih dan terlatih, sehingga mereka dapat membawa jemaat untuk mengerti maksud dari firman Tuhan yang dibacakan. Untuk bacaan III (pembacaan Injil) sebaiknya dibaca oleh pelayan firman/pendeta yang berkhotbah.
13.   K H O T B A H
Khotbah merupakan pemberitaan firman Tuhan yang didasarkan pada kesaksian Alkitab yang adalah firman Allah. Untuk itu bahan khotbah leksionari ini harus didasarkan dari penafsiran yang komprehensif (utuh) dari 3 pembacaan Alkitab, yaitu dari Bacaan I, II dan III.
14.   SAAT HENING
(jemaat hening sejenak untuk meresapi firman Tuhan yang telah didengarnya ……)
15.   PADUAN SUARA
Paduan Suara pada prinsipnya merupakan nyanyian jemaat dan mengarahkan umat agar dapat memuliakan Allah dalam bentuk nyanyian selama kebaktian berlangsung. Karena itu fungsi Paduan Suara haruslah mendukung unsur-unsur liturgi. Apabila tema atau isi lagu dari Paduan Suara tersebut mendukung pemberitaan firman sebaiknya nyanyian tersebut dinyanyikan setelah khotbah dan saat hening. Tetapi apabila tema dan isi lagu sesuai dengan pengakuan dosa, sebaiknya dinyanyikan setelah doa dan nyanyian pengakuan dosa. Karena itu pemimpin paduan suara harus mempelajari terlebih dahulu tema-tema khotbah, atau tujuan dari nyanyian yang akan dinyanyikan oleh Paduan Suara/Vokal Grup.
(Jemaat berdiri)
16.   PENGAKUAN IMAN
PL     : Marilah kita bersama dengan umat Allah di masa lalu, masa kini, dan masa  depan mengingat Pengakuan iman pada baptisan kita menurut Pengakuan Iman Rasuli.
PL+J   : Aku percaya …….
 (Jemaat duduk)   
17.   DOA SYAFAAT            
PL     : (mengajak jemaat menaikan doa-doa syafaat, dan diakhiri dengan doa yang
            diajarkan oleh  Tuhan Yesus, yaitu “Doa Bapa Kami”)
C.  PELAYANAN PERSEMBAHAN
18.   NAS PERSEMBAHAN
PL   : (mengajak jemaat dengan nas anjuran persembahan)
19.   NYANYIAN JEMAAT
(sementara jemaat menyanyikan nyanyian persembahan, para pelayan mengumpulkan persembahan)
 (Jemaat berdiri)
20.   DOA PERSEMBAHAN
PL      : (mengucapkan doa persembahan yang diakhiri dengan pernyataan “Kami berdoa di dalam  nama Tuhan Yesus Kristus”).
J   : Amin
Sikap jemaat berdiri ketika kantong-kantong persembahan dibawa ke depan mimbar. Hal ini menjadi tanda bahwa jemaatlah yang mengantarkan persembahannya kepada Tuhan. Setelah itu umat diajak untuk menaikkan doa persembahan.
Catatan:
Khusus pada waktu melaksanakan sakramen Perjamuan Kudus, selain kantong-kantong persembahan di bawa ke depan mimbar, para penatua juga membawa alat-alat sakramen Perjamuan Kudus untuk diserahkan kepada Pendeta selaku pemimpin liturgi kebaktian. Jadi urutan prosesinya sebagai berikut: penatua yang membawa alat-alat sakramen Perjamuan Kudus, kemudian barulah para petugas yang membawa kantong persembahan.
21.   PENGUTUSAN----- pengutusan merupakan panggilan kepada umat untuk mengarahkan hati mereka kepada Tuhan sebagai saksi-saksi Kristus.
PL   : Arahkanlah hatimu kepada Tuhan
J   : Kami mengarahkan hati kami kepada Tuhan
PL   : Jadilah saksi Kristus
J   : Syukur kepada Allah
PL   : Terpujilah Tuhan
J   : Kini dan selamanya
22.   BERKAT
PL      : (mengucapkan berkat dari Rom. 15:13, atau dari: Bil. 6:24-26)
J         : (menyanyikan) Haleluyah (5x), Amin (3x) atau Maranata (5x), Amin (3x)  atau Hosiana (5x), Amin (3x) – sesuai tahun gerejawi.
Berkat pada akhir kebaktian diucapkan oleh pemimpin liturgi yang adalah pendeta dengan mengangkat kedua tangannya. Pemimpin liturgi yang tidak/belum berjabatan pendeta mengucapkan berkat dengan mengganti kata ganti orang kedua, yaitu “kamu/engkau” dengan kata ganti orang pertama “kita”, tanpa disertai tindakan mengangkat tangan.
23.   SAAT TEDUH
(Setelah saat teduh, bel dibunyikan 3x)
24.   WARTA LISAN
25.   PROSESI KELUAR

BAB VI
KESIMPULAN


Pada mulanya, Gereja Kristen Indonesia terdiri dari tiga gereja yang terpisah, yaitu GKI Jawa Timur yang didirikan pada tanggal 22 Februari 1934, GKI Jawa Barat yang didirikan tanggal 24 Maret 1940, dan GKI Jawa Tengah yang didirikan tanggal 8 Agustus 1945. Baru pada tanggal 27 Maret 1962, ketiga gereja itu berusaha meleburkan dirinya menjadi satu wadah Sinode Am GKI. Usaha tersebut terwujud dengan ditandai oleh pengikraran satu GKI pada 26 Agustus 1988. Tata Gereja dan Tata Laksana GKI terdiri dari tiga bagian,yaitu : Mukadimah, Tata Dasar, dan Tata Laksana. Tata Gereja & Tata Laksana GKI juga disusun berdasarkan sistem penataan gereja presbiterial-sinodal yang terdiri dari empat lingkup kepemimpinan gerejawi : Jemaat, Klasis, Sinode Wilayah, Sinode. Nyanyia prosesi hal ini dilaksanakan dalam perarakan atau iring-iringan pelayan Firman, para pemimpin liturgi lainnya, para penatua/pendeta, dan para pelayan kebaktian (yang bukan pemimpin liturgy) ke ruang kebaktian. Sikap jemaat untuk berdiri dan duduk selama kebaktian berlangsung dilakukan  secara spontan tanpa ajakan dari Pemimpin Liturgi. Tanggapan/respon jemaat sebagaimana dinyatakan dalam bentuk rumusan liturgi dilakukan spontan. Mimbar utama memiliki fungsi untuk pemberitaan firman Tuhan. Karena itu pemimpin liturgi yang bertugas dalam kebaktian seperti membaca Bacaan I, Antar Bacaan, Bacaan II, Pengakuan Iman Rasuli/Konstantinopel,  Nas Persembahan, Doa Persembahan tidak menggunakan mimbar utama, tetapi mereka menggunakan mimbar lain yang umumnya lebih kecil.


*** TRIMAKASIH TUHAN YESUS MEMBERKATI ***

No comments:

Post a Comment